Seorang kawan mengirimkan pesan dan bertanya tentang penyembuhan luka batin. Wah topik beratlah. Aku bukan lulusan psikologi. Kawan ini sepertinya salah kirim pesan. Aku dah info aku bukan ahlinya. Tapi dia memaksaku untuk bertukarpikiran bersamanya. Njur meksa njaluk kiat-kiat neng aku. Yang bisa aku sharingkan adalah apa yang telah aku lakukan saat menjalani perjalanan hidupku secara Kristiani. Bagi pembaca yang kurang berkenan, monggo boleh skip ceritaku ini.
Luka batin adalah (setelah aku cek di mbah google)
Menurut Rye & Pargament (2002) luka batin atau wounded heart adalah hati seseorang yang terluka karena pengalaman-pengalaman menyedihkan di sekitarnya. Luka batin adalah adanya tekanan yang sangat berat yang diberikan secara terus menerus pada lapisan batin terdalam seseorang (Hardjowono, 2005).
Aku rangkum luka batin menjadi luka masa lalu yang tanpa kita sadari telah berakibat negatif pada masa depan kita. Sayangnya kalau kita terluka dan belum sembuh, kita memiliki kecenderungan melukai orang lain. Begitu saja terus sampai akhirnya turun temurun di keluarga. Pemikiranku luka batin terberat biasanya berasal dari orang terdekat yakni keluarga kita sendiri. Disclamer dulu ya pembaca, mohon aku dimaafkan kalau tulisanku ini ga sesuai dengan teori ilmu psikologi karena aku ambil kesimpulan dari cerita hidupku.
Nah, setiap manusia pasti punya luka batin. Kok bisa? Ya bisa karena manusia terdiri dari daging dan roh. Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam percobaan: Roh memang penurut tetapi daging lemah (Matius 41:26). Masalah yang muncul adalah ada yang sadar dan mengakui, ada yang sadar tapi menyangkal karena dia merasa semua yang salah dalam kehidupannya karena salah orang lain. Ada yang tidak menyadari karena merasa semua baik adanya.
Aku memilih sadar dan tahu aku punya luka batin. Maka aku mulai memetakan diriku sendiri. Aku belajar mengenal aku ini orang seperti apa. Pengenalan diri sendiri ini penting untuk menemukan dan menyadari luka batin. Stop untuk menyalahkan orang lain atas luka batin yang terjadi. Misalnya pembaca memiliki luka batin dengan orang tua, jangan menyalahkan orang tua kita. Karena beliau bisa jadi punya luka batin yang berasal dari nenek, kakek dan leluhur mereka yang belum sembuh sehingga dilampiaskan ke kita. Fokus pada diri bahwa kita harus sembuh supaya tidak menurun ke anak cucu kita selanjutnya.
Jadi langkah pertama sebagai manusia dewasa, temukan tujuan hidup. Mengapa Tuhan mengirim pembaca ada di bumi ini? Segala luka hati kepedihan masa lalu akibat orang-orang terdekat diterima sebagai bagian dari masa lalu. Tolong maafkan semua yang terjadi di masa lalu. Fokuslah pada hal positif yang terjadi sekarang dan susunlah hal baik di masa depan. Sebagaimana ada gelap dan terang, pilihlah untuk selalu menjadi terang: Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak dapat menguasainya (Yohanes 1:5)
Dari kehidupan masa laluku, aku tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan bisa dibilang cukup sabarlah sebagai manusia. Ternyata di masa depan ada sebuah tugas yang harus aku jalani dari Tuhan yang memerlukan ketangguhan dan kesabaran yang luar biasa. Jangan takut, dalam setiap penugasan Tuhan, DIA sendiri yang menggandeng bahkan kalau kita masih khawatir karena butuh pendamping yang bisa dilihat secara fisik, Tuhan memberikan malaikat penolong untuk menguatkan kita dalam menunaikan tugas tersebut. Siapa malaikat penolong itu? Perhatikan sekitar kita. Orang-orang baik dan penuh kasih itulah yang diutus Tuhan menolong. Jangan batasi wujud malaikat itu harus orang dewasa ya. Dia bisa berwujud siapa saja baik laki-laki atau perempuan; manusia berusia lanjut, manusia dewasa, manusia remaja bahkan anak-anak. Bagaimana ciri malaikat penolong itu? Hati kita damai dan gembira ketika bertemu dengannya.

Kembali pada kesembuhan luka batin.
Bagaimana cara kita tahu kalau kita sudah sembuh dari luka batin? Saat kita tidak mudah tersinggung pada perkataan orang baik sengaja atau tidak sengaja menyakiti. Kita bahkan mendoakan orang tersebut daripada memilih bersikap marah-marah atau merancang pembalasan dendam. Rasa benci atas luka masa lalu yang disebabkan olehnya berubah menjadi rasa kasih. Ingin mendoakan orang tersebut supaya hatinya mendapatkan kedamaian dari Tuhan.
Sembuhkanlah luka batin pembaca karena anak kita bukan sasaran tembak atau pelampiasan luka masa lalu. Anak kita adalah anugerah Tuhan yang harus kita rawat, didik dan berikan teladan yang baik sebagai bekal dia di masa depan. Apakah adil bagi anak kita untuk menerima luka kita? Seandainya dia boleh memilih, dia akan memilih orang lain menjadi orang tuanya. Tapi ingat maksud Tuhan bukan begitu. Semua manusia tidak bisa memilih siapa orang tuanya seperti memilih warna kesukaannya. Tuhan memberikan setiap manusia tugas dalam kehidupannya di dunia. Dari lini masa lalu ke lini masa hari ini ada sebuah pesan dari Tuhan yang disampaikan kepada kita.
Temukan itu, pembaca!
Caranya, rajinlah berkomunikasi denganNya. Berkomunikasi ini bisa saat di jalan, bekerja di kantor, di depan laptop, memasak, mencuci baju, setrika, bahkan kondisi nonton drama korea pun bisa jadi ajang berkomunikasi denganNya. Bercakap-cakaplah secara intens karena Tuhan itu amat sangat sabar dan baik hati. Jadi jangan pernah sungkan padaNya. DIA itu sedekat tarikan nafas kita.
Buka diri, buka hati, merendahlah pada Tuhan Yang Maha Esa pencipta langit dan bumi. Bahwa aku dan pembaca adalah ciptaanNya. Jangan mengatur Tuhan dengan merancang pembalasan dendam terhadap manusia lain yang menyakiti kita. Biarlah Tuhan sendiri yang mengatur kehidupan kita. Jangan pernah menggantikan posisi BELIAU.
Tuhan, aku tahu bahwa aku berasal dari bapak dan ibu yang berbeda latar belakang masa lalu dan leluhur. Tapi satu hal yang pasti, aku adalah anakMu sehingga izinkan aku memohon supaya perilaku yang baik tinggal padaku. Jikalau ada perilaku negatif dan buruk yang masih tertinggal, bantu aku mengenalinya sehingga dengan bantuanMu aku bisa sembuh. Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini dan terjadilah padaku seturut kehendakMu. Terima kasih Tuhan, amin. Β


Leave a comment