Catatan # 11 Berjumpa Sakura Ijo di Ijen

Written by

·

Angkasa tanpa pesan

Merengkuh semakin dalam

Berselimut debu waktu

Kumenanti cemas

(Rida Sita Dewi – Satu Bintang di Langit Kelam)

Ah…untunglah kecemasanku berubah jadi kelegaan. Malam itu cuaca cerah langit bertabur bintang. Tidak sejernih malam sebelumnya kata pemanduku. Tapi cukuplah untuk kupilih satu bintang dan kunamai dia. Aku masih terengah-engah menyusuri pendakian jam 2 pagi. Ramai… penuh dengan canda tawa anak-anak muda yang mendaki bersamaku. Bahkan ada yang membawa musik box portabel untuk memecah keheningan malam. Lagu berbahasa Mandarin mengalun lewat telingaku. Aku tersenyum berusaha menerka-nerka artinya tapi tetap tidak paham. 

Aku sudah memilih bintang dan kunamai dia Sakura Ijo. Sinarnya beradu dengan lampu senter dari ratusan pendaki malam itu yang sibuk menyoroti jalan menuju puncak. Aku harus berkejaran dengan waktu karena ketika sang surya datang, Sakura Ijo akan sembunyi. Iya, dia mengaku kalah kalau melawan terangnya sang surya. 

Sakura Ijo bukanlah Apsintus, sebuah bintang besar yang bernyala-nyala seperti obor dan jatuh ke bumi. Apsintus menimpa sepertiga dari sungai-sungai, mata air dan membuat air menjadi pahit. Sehingga banyak orang menjadi mati. (Cuplikan dari Wahyu 8:10-11) Sakura Ijo tidak sebesar itu. Ukurannya kecil, dia muncul diantara ribuan bintang bertabur di langit malam Gunung Ijen. 

Bicara kematian, aku masih berduka atas meninggalnya  seorang wisatawan dari Tiongkok yang mengalami kecelakaan di Gunung Ijen. Membaca berita di media massa membuatku sedih. Kenapa harus ada korban dalam pendakian yang baru saja aku selesaikan tahun 2023 lalu? 

Seorang pendaki dari Tiongkok meninggal dunia saat berfoto di hutan mati. Almarhum jatuh ke jurang karena kesrimpet roknya saat berfoto di samping pohon icon Gunung Ijen. 

Aku terdiam, merenung dan merinding. Hobiku adalah melakukan pendakian. Aku takut. Aku berpikir, selama dua kali mendaki Gunung Ijen, aku belum pernah sampai ke trademark itu yaitu hutan mati tempat dimana pendaki Tiongkok terjatuh. Pendakian pertama di tahun 2016, keluarga kami mendaki bersama Bapak, ibuku, ibu mertua dan kakak ipar. Tenang pembaca, ibu-ibu naik gerobak yang disewakan. Kalau bapakku yang saat itu berusia di bawah 70 tahun turut mendaki bersamaku. Begitu kami sampai tepi kawah, menikmati keindahan sunrise, kami tidak melanjutkan pendakian ke hutan mati karena ibu-ibu sudah kedinginan. Jadi rombongan memutuskan kembali ke basecamp. Pendakian kedua di Desember tahun 2023, aku memilih mendaki turun ke kawah untuk mengejar Blue Fire. Puji Tuhan Yesus kesampaian juga. Nah, setelah mendaki ke dalam kawah, tenagaku sudah terkuras jadi tidak kuat naik ke hutan mati.

Aku menarik nafas panjang saat membuat tulisan ini. Sedih, kecewa dan sedikit trauma untuk kembali yang ketiga kali. Aku memang ambisius. Gunung Ijen masih masuk dalam listku karena aku belum mengunjungi hutan mati. Peristiwa ini membuatku merenung, lupakan ambisi itu.

  • Sebuah pendakian bukan ajang perlombaan. Dia adalah sebuah kemenangan. Kemenangan mengendalikan diri untuk tetap fokus, tenang dan ini paling penting tidak takabur.

Mendaki adalah sebuah kontemplasi bagiku. Sebuah perjalanan spiritual untuk mengenal hati dan pikiranku sendiri.

(Simbok Santi)

Ternyata, aku bisa kok diajak sabar dan tekun. Aku bisa kok menunggu tercapainya angan dengan rajin berlatih. Aku ngobrol dengan hatiku untuk tenang dan mengajak pikiranku selalu bersyukur dalam setiap detik aliran kedamaian yang aku nikmati dalam hidup. Terima kasih TuhanYesus, Tuhan ampunilah aku orang berdosa ini, Tuhan kasihanilah aku. Tiga kalimat itu selalu aku ucapkan dalam setiap pendakianku.

Karena sehati-hatinya kita menjaga diri, jika Tuhan meminta kita pulang, ya pulang. Inilah mengapa aku menulis. Aku tidak tahu usiaku sampai berapa. Aku ingin meninggalkan sebuah catatan bagi para pembaca bahwa pernah ada seorang perempuan (ibu rumah tangga sederhana) yang menulis tentang perjalanan pendakiannya pada sebuah blog. 

Dear pembaca, kalau mendaki Gunung Ijen, sampaikan salamku ke Sakura Ijo. Semoga dia selalu mengiringi pendakianmu memberi tambahan terang pada cahaya sentermu.

Leave a comment